Minggu, 17 Oktober 2010

Cold Chain Management

Hasil mengikuti Training "COLD CHAIN MANAGEMENT OF VEGETABLES “
Oleh Agri-food and Veterinary Authority (AVA)
of Singapore
Tanggal : 5 – 11 Nopember 2009


I.Pengertian tentang Cold Chain Management

Pengelolaan Rantai Pendingin (Cold Chain Management-CCM) pada komoditas hortikultura merupakan serangkaian kegiatan dalam penanganan pasca panen yang bertujuan untuk menjaga kualitas dan kesegaran produk. Teknologi rantai pendingin ini pada dasarnya ditekankan pada pengaturan temperatur dan kelembaban udara mulai dari saat panen, pengangkutan, penyimpanan hingga siap didistribusikan ke konsumen akhir. Kedua parameter tersebut dapat berpengaruh langsung terhadap menurunnya kualitas hasil panen akibat kehilangan kadar air maupun menurunnya kandungan nutrisi.

Pengelolaan rantai pendingin merupakan keharusan bagi pelaku usaha sayuran maupun buah segar di negara maju. Hal inilah yang menyebabkan semakin rendahnya angka kehilangan pasca panen (post-harvest losses) di negara maju, yakni kurang dari 10 %, sedangkan dinegara yang sedang berkembang dapat mencapa 20%. Dengan pengelolaan rantai pendingin yang baik pada komditas tersebut, maka umur simpannya (shelflife / storage life) dapat diperpanjang, kesegaran dapat dijaga serta keamanan dapat dijamin. Adapun beberapa tujuan dari CCM antara lain :
- Untuk memindahkan segera produk segar dari kondisi lapangan yang panas
- Untuk menjaga kondisi temperatur yang rendah dan kelembaban udara yang tinggi selama penyimpanan
- Untuk meminimalkan sumber kontaminanasi
- Untuk meminimalkan terpaan langsung sinar matahari
- Untuk menghindarkan kerusakan mekanis
- Untuk menghindarkan perubahan temperatur yang tiba-tiba
Penerapan rantai pendingin mencakup keseluruhan aktivitas sejak produk dipanen dari lapangan hingga sampai ke tangan konsumen. Sehingga pengelolaan rantai pendingin tersebut menjadi tanggung jawab semua pihak yang terlibat dalam penanganan produk segar tersebut, mulai dari : petani, pekerja di rumah pengemasan, distributor dan jasa angkutan, retailer bahkan konsumen produk yang bersangkutan.
Setidaknya terdapat 5 (lima) mata rantai atau link dalam penerapan CCM secara utuh dan tidak terputus, yakni :
• Pertama – dari panen di lahan hingga pre-cooling
• Kedua – dari pre-cooling hingga sortasi, pengemasan dan di packing house
• Ketiga – dari packing house hingga pasar induk (wholesaler)
• Keempat – dari pasar induk hingga supermarket/retailer
• Kelima – dari supermarket/retailer ke konsumen akhir

B. Sekilas tentang Technical Reference (TR 24 : 2007) for CCM of Vegetables

Penerapan CCM telah menjadi tuntutan bagi semua lini pelaku usaha sayuran di Singapura. Untuk itulah di negara tersebut dibentuk sebuah Kelompok Kerja (Working Group) yang menyiapkan dan menyusun sebuah buku pedoman teknis penerapan CCM yang disebut dengan Technical Reference for CCM of Vegetables, yang lebih dikenal dengan istilah TR 24 : 2007. Terdapat beberapa organisasi pemerintah maupun swasta yang terlibat dalam penyusunan buku pedoman teknis ini, antara lain : AVA, Consumers Association of Singapore, Fruits and Vegetables Association of Singapore, National Environment Agency, Singapore Airport Terminal Services (SATS), Singapore Cold Chain Centre, Efficient Consumer Response Council (ECR) of Singapore dan SPRING Singapore.
Didalam buku TR 24 terdapat banyak informasi dan referensi teknis tentang berbagai hal terkait dengan penerapan CCM di keseluruhan 5 (lima) link yang ada, seperti kebutuhan suhu dan kelembaban ruang simpan/pengangkutan serta metode pendinginan untuk setiap komoditas. Hanya ada 4 (empat) kelompok sayuran yang tercakup dalam TR 24 ini : sayuran daun (leafy vegetable), sayuran buah (fruited vegetable), sayuran berkepala (headed vegetable) dan aneka herba/aromatik (herbs) .
Buku tersebut telah disusun sejak tahun 2007 dan sebelum secara resmi dijadikan standart nasional dalam penerapan CCM di Singapura, maka terlebih dahulu dilakukan semacam uji coba (pilot trial) selama ± 2 tahun (2008-2010) untuk mendapatkan masukan, saran, koreksi dan feed back dari semua pihak terkait. TR 24 direkomendasikan untuk bisa dijadikan pedoman/petunjuk bagi petani (grower), importer, penyedia jasa angkutan dan pergudangan, supermarket/retailer, pelabuhan udara/laut dan pihak lain yang terkait dengan penanganan produk sayuran segar.

C. Perlakuan Pre-Cooling/ Fast-Cooling dan Beberapa Jenis/Metode Pendinginan

Pre-Cooling atau Fast Cooling merupakan tahap pertama dalam manajemen rantai pendingin, dan harus dilakukan sesegera mungkin setelah sayuran atau buah-buahan dipanen. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa setiap satu jam penundaan antara waktu panen dan perlakuan pre-cooling akan mengurangi taru hari umur simpan. Selain itu tingkat penurunan kualitas akan digandakan atau bahkan tiga kali lipat setiap adanya peningkatan suhu sebesar 10º C.
Tergantung pada beberapa jenis/metode pendinginan yang digunakan, kondisi suhu di area/ruangan pre-cooling harus dijaga berada pada kisaran 2 - 6º C. Dengan adanya suhu yang rendah tersebut, maka produk juga akan didinginkan secara cepat, sehingga akan mengurangi aktivitas fisiologis dan dapat menghambat proses pematangan (senescence) ataupun penurunan kualitas.
Pre-cooling dilakukan sebelum aktivitas penanganan pasca panen lainnya seperti : pembersihan/sortasi, pengemasan, penyimpanan dan distribusi. Proses pendinginan awal tersebut dilakukan dengan berbagai metode dan jenis/type peralatan yang berbeda sesuai dengan jenis dan karakteristik komoditas.
Setidaknya terdapat 5 (lima) jenis/metode pendinginan yang banyak digunakan untuk pelaku usaha hortikultura, yakni :
1. ROOM COOLING : pendinginan secara lambat (lebih dari 10 jam) bisa digunakan untuk berbagai jenis komoditas dan beayanya relatif rendah. Dilakukan pada ruangan berpendingin (suhu 2 - 6º C ), ruangan ini sering kali juga digunakan sebagai tempat penyimpanan sebelum produk di distribusikan ke pasar.

2. VACUUM COOLING : pendinginan secara cepat (sekitar 30 menit), hanya untuk jenis sayuran daun dan tidak digunakan untuk buah-buahan. Produk ditempatkan dalam sebuah vacuum chamber yang dikurangi tekanan atmosfirnya, mendorong terjadinya evaporasi kandungan air dari produk dan selanjutnya mernyebabkan menurunnya suhu produk tersebut secara cepat. Vacuum cooling termasuk metode yang high cost , namun diyakini merupakan metode yang terbaik dan paling efisien untuk pendinginan sayuran daun (seperti : bayam, kangkung, sawi putih, sawi daging, caisim, kailan dan selada).

3. FORCED-AIR COOLING : menggunakan kipas (fan) untuk mendorong masuknya udara dingin dalam tumpukan produk. Dapat digunakan untuk semua jenis sayuran maupun buah-buahan yang terlebih dahulu dimasukkan dalam kotak atau karton kertas yang berventilasi (± 5%). Pendinginan berlangsung antara 2 – 5 jam, merupakan metode yang relatif ekonomis.

4. HYDRO COOLING : mengurangi panas dengan air dingin yang mengalir, biasanya sekitar 20 liter per detik per m2. selain mengurangi panas, metode ini juga berfungsi untuk mencuci produk. Penggunaan disinfektan juga direkomendasikan untuk mengurangi penyebaran mikroorganisme. Metode ini digunakan untuk jenis sayuran umbi, sayuran buah maupun buah-buahan.
5. ICE COOLING : cocok digunakan untuk produk yang memiliki tingkat respirasi sangat tinggi, seperti Brokoli. Caranya dengan menempatkan pecahan es langsung diatas produk untuk menhambat kehilangan kelembaban dengan lama waktu kurang dari 20 menit.
*) beaya penerapan rantai pendingin di Singapura adalah sekitar $ 0,2/20 kg sayuran setara dengan Rp 1500/20 kg atau Rp 75.000/ton sayuran

D. Pengenalan Packing House/Processing House

Keberadaan Packing House sebagai link kedua dalam CCM sangat penting artinya sebagai tempat untuk menerima produk dari pertanaman dan mempersiapkan produk sebelum didistribusikan ke pasar. Packing House harus didesain sebaik mungkin untuk memastikan terjadinya aliran kerja yang mulus sehingga mengurangi panjangnya waktu dan jumlah pemindahan produk dari area satu ke lainnya.
Pembuatan desain dan pengoperasian Packing House hendaknya mengikuti persyaratan Good Manufacturing Practices (GMP). Prinsip GMP meliputi beberapa persyaratan, yakni : penyimpanan pencatatan (record keeping), kualifikasi personel, sanitasi, kebersihan, verifikasi peralatan, validasi proses dan penanganan keluhan.
Sebuah Packing House harus memiliki 4 (empat) area/ruangan, yakni :
1. ANTE ROOM : area penerimaan produk, sebaiknya terlindungi dan memiliki suhu antara 15 - 18º C ). Di area ini petugas penerima harus mencatat asal/lokasi maupun jenis komoditas secara benar.
2. PRE-COOLING AREA : suhu harus dijaga berada pada kisaran 2 – 6º C, harus diminimalkan terjadinya fluktuasi suhu dan kelembaban selama proses pre-cooling.
3. PACKING ROOM : suhu harus dijaga pada kisaran 15 - 18º C, merupakan tempat dilakukannya pembersihan bagian yang tidak diinginkan (trimming), sortasi, pengkelasan dan pengemasan. Semua kegiatan tersebut harus dilakukan secara cepat, dan tidak boleh lebih dari 30 menit untuk menghindari peningkatan suhu produk.
4. CHILLER ROOM/COLD STORAGE : suhu berkisar antara 2 – 6º C atau sesuai rekomendasi masing-masing komoditas, ditujukan untuk menghambat aktivitas metabolisme dan perubahan fisiologis yang mendorong terjadinya pematangan juga untuk menghambat pertumbuhan patogen. Penempatan krat/karton produk di dalam ruang penyimpanan harus diberi alas pallet dan diberi jarak dari dinding atau atap untuk menjamin terjadinya sirkulasi udara. Selain itu juga harus diperhatikan kompatibilitas antara jenis produk, seperti kandungan ethylene maupun bau yang ditimbulkan. Proses pengeluaran produk dari chiller room harus mengikuti azas “first-in-first-out” (FIFO) atau produk yang lebih dulu disimpan harus dikeluarkan lebih dulu pula dan untuk sayuran dianjurkan tidak lebih dari 6 hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar